Tabacko – Seorang remaja laki-laki kini berdiri di pagar pembatas jembatan. Areksa menatap gelap nya langit malam yang mungkin sebentar lagi akan turun hujan.
Areksa menahan tangis. Dirinya kecewa terhadap kedua orangtuanya, yang selalu memikirkan ego nya sendiri.
Areksa memukul kan kepalan tangannya ke pembatas jembatas. Areksa selalu menuruti apa yang di perintahkan sang ayah.
Sepulang sekolah Areksa harus menunda waktu bersama sahabatnya, tetapi karena ego sang ayah membuat Areksa untuk langsung datang ke tempat kerja ayahnya. Areksa di haruskan belajar bisnis sejak usia 13 tahun
Pertengkaran Dengan Ayah
Areksa tidak pernah membantah ucapan ayahnya sama sekali. Pernah waktu itu Areksa membantah ucapan ayahnya tidak sengaja dengan suara yang keras seperti membentak.
Hal itu sungguh membuat ayahnya marah.Ayahnya melampiaskan amarahnya pada sang istri. Fendi (ayah Areksa) tidak segan-segan melukai Dewi (ibu Areksa).
Kejadian itu membuat Areksa tidak ingin mengulanginya lagi. Kini ayah dan ibunya ternyata malah menjodohkannya dengan seorang gadis yang bahkan tidak Areksa kenal sama sekali.
Areksa sungguh kecewa dengan keputusan itu, dengan alasan sang ayah tidak ingin bisnisnya hancur dan bangkrut. Maka dari itu Fendi, ayah Areksa. Menjodohkan putra satu-satunya tanpa memikirkan masa depan anaknya sendiri.
Malam ini sebenarnya adalah pertemuan kedua keluarga, tetapi Areksa memilih pergi tanpa memberitahu ayah ataupun ibunya.
Entah bagaimana nanti nasibnya, Areksa tidak memperdulikannya. Yang Areksa butuhkan saat ini adalah waktu untuk menenangkan diri dan menerima kenyataan bahwa ia benar-benar harus dijodohkan.
Pasti Areksa tidak akan pernah merasakan waktu bebas. Areksa ingin melawan ayahnya, tetapi Areksa tidak bisa melawan karena pasti nanti nyawa ibunya yang akan menjadi taruhannya.
Areksa berjiwa laki-laki tetapi hatinya seperti perempuan, berhati lemah. Jika menyangkut sang ibu, Areksa pasti akan menyerahkan dirinya.
Areksa kini berada di halaman rumahnya. Areksa ingin masuk, tetapi ragu. Areksa memberanikan melangkah masuk, belum sempat membuka pintu Areksa mendengar suara rintihan seseorang yang sangat menyayat hati.
Areksa segera masuk dan berlari menghampiri suara itu. Sampainya didalam dia melihat ibunya terduduk dilantai dengan kondisi yang berantakan.
Areksa menghampiri ibunya dan memeluknya. Ibu Areksa tidak sadarkan diri di pelukan putranya, Areksa panik. Areksa menahan marahnya melihat kondisi ibunya seperti ini.
Areksa tidak akan pernah bisa membiarkan Ibu yang paling dia sayangi harus hidup seperti ini terus. Dengan segera Areksa membopong ibunya menuju mobil untuk pergi ke rumah sakit.
Baru beberapa langkah saja, Fendi berdiri di tengah tangga dan mengeluarkan kata-kata ancaman. Yang membuat Areksa menghentikan langkahnya. Fendi turun dan mendekati Areksa.
Tetapi Areksa lebih memilih pergi karena keselamatan ibunya lebih penting daripada perkataan ayahnya yang hanya memancing emosinya saja.
Sesampainya di rumah sakit Areksa berteriak memanggil perawat lalu segera menidurkan ibunya di brankar. Para perawat mendorong brankar menuju ruang UGD. Areksa tidak diperbolehkan masuk. Areksa duduk di ruang tunggu pasien dengan reaut wajah yang cemas.
Areksa menenggelamkan wajahnya di lipatan siku tangannya. Areksa khawatir dengan kondisi ibunya. Keputusan Areksa sudah tepat.
Areksa akan membawa ibunya untuk tinggal bersama nya saja ketimbang satu atap dengan ayahnya. Sembari menunggu ibunya diperiksa, Areksa pergi ke kantin yang ada di rumah sakit.
Saat perjalanan ke kantin ada seorang gadis tidak sengaja menubruk Areksa dari depan membuat gadis itu oleng dan segera Areksa tangkap.
Keduanya saling bertatapan, tidak berlangsung lama gadis itu segera mengalihkan pandangan dan berdiri tegap. Lalu pergi meninggalkan Areksa tanpa berucap sama sekali. Areksa mengangkat bahunya dan kembali menuju kantin.
Areksa membeli beberapa roti dan sebotol minum lalu kembali menuju depan ruang UGD. Handphone Areksa berdering.
Sebuah nama terpampang jelas dari siapa telepon itu berasal, Areksa mengabaikannya. Nyatanya telepon itu berasal dari Ayahnya.
Lama Menunggu
Setelah melewati 3 jam penanganan, pintu ruang UGD terbuka. Dokter keluar diikuti beberapa perawat. Areksa mendekati dokter itu memastikan kondisi ibunya pasti baik baik saja.
Dokter mengatakan jika kondisi ibunya saat ini membaik, tetapi belum sadarkan diri. Ibunya akan dipindahkan ke ruang rawat. Mendengar itu Areksa menarik dan menghembuskan nafas panjang.
Dokter mengangkat alisnya, bertanya pada Areksa apa sebelumnya ibu Dewi juga pernah seperti ini. Areksa terdiam, tidak mampu menjawabnya.
Dokter menepuk sebelah pundak Areksa dan mengangguk. Areksa memohon pada dokter itu untuk merahasiakan kondisi dan identitas ibunya demi kebaikan ibunya. Dokter itu tersenyum dan pergi, tetapi sebelumnya memberitahu Areksa jika ibu Dewi sudah bisa dijenguk.
Areksa membuka pintu ruang rawat, melihat malaikatnya berbaring lemah dengan jarum yang menempel di tangannya, juga beberapa alat alat kesehatan menempel di tubuhnya.
Areksa mendekati ibunya, menatap wajahnya lekat. Wajah yang selama ini menyimpan banyak luka. Melihat kondisi ibunya membuat Areksa benar-benar merasa sangat bersalah.
Andai, andai Areksa tidak pergi tadi. Pasti ibunya saat ini tidak akan pernah ada di ruangan terkutuk ini. Areksa mencium kening ibunya lama. Lalu menjauhkan wajahnya.
Areksa menangis melihat ibunya, Areksa menyalahkan dirinya atas kejadian yang menimpa ibunya. Areksa duduk sambil memegang tangan ibunya dan menciumnya.
Areksa merasakan elusan sebuah tangan hangat berada di rambutnya. Areksa membuka matanya, lalu menatap ibunya tengah duduk bersandar di ranjang tidurnya sambil tersenyum melihat Areksa.
Areksa menegakkan tubuhnya segera memeluk ibunya dengan erat. Juga dibalas pelukan tetapi tidak seerat Areksa.
Areksa menjauhkan dirinya, menatap ibunya dan menangis. Areksa meminta maaf pada Ibunya, karena ulah dia ibunya menjadi seperti ini. Ibunya mengelus wajah Areksa, menghapus air mata Areksa.
Ibunya menenangkan Areksa dengan mengatakan kalimat penenang agar anaknya ini tidak terus menyalahkan dirinya sendiri.
Tiba-tiba pintu ruang rawat terbuka dan berlari masuk. Seorang gadis yang semalam menabraknya masuk ke ruang ibunya.
Gadis itu diam dengan wajah melas. Areksa berdiri, bertanya pada gadis itu dengan nada tidak suka. Gadis itu memohon pada Areksa untuk membiarkan dirinya bersembunyi di ruangan ini.
Areksa menolak tetapi ibunya memperbolehkan gadis itu tetap disini. Gadis itu sangat berterima kasih lalu bersembunyi di sebelah kursi Areksa.
Areksa menatapnya dengan tidak suka. Pintu kembali terbuka, menampakkan dua orang laki-laki bertubuh tegap dan berpakaian hitam.
Dua orang laki-laki itu bertanya pada Areksa dan ibunya apakah tau gadis yang masuk ruangan ini, ibunya menjawab tidak.
Mereka tidak percaya dan bercelingak celinguk memastikan. ibunya Areksa kembali mengatakan jika pintu rawat sejak tadi tidak terbuka sama sekali.
Kedua bodyguard itu mengangguk lalu pergi. Tidak lagi mendengar suara bodyguardnya itu membuat si gadis menghembuskan nafas lega.
Ibunya Areksa menyuruh gadis itu berdiri, gadis itu mengucapkan banyak terima kasih. Menyalimi ibu Dewi, tetapi oleh Areksa di hempas.
Ibu Dewi memperingati Areksa tetapi tidak dihiraukan. Gadis itu mengucapkan terima kasih kembali pada Ibu Dewi, dan berpamitan pergi.
Ibu Dewi memperkenalkan dirinya juga Areksa, lalu bertanya tentang siapa gadis itu. Gadis itu menatap Dewi dan Areksa bergantian.
Awal perkenalan dengan Febby
Gadis itu memperkenalkan dirinya ragu. Febby. Nama gadis itu adalah Febby. Ibu Dewi mempersilahkan Febby duduk tetapi Febby sungkan melihat respon Areksa.
Ibu Dewi menyuruh Febby untuk tidak memperdulikan Areksa dan anggap saja jika itu adalah makhluk halus. Mendengar ibunya membuat Areksa mendelik tidak terima.
Febby tersenyum, dengan ragu Febby duduk di samping ranjang ibu Dewi. Areksa menjauh dan bersandar di tembok samping ranjang ibunya, dan menatap Febby tidak suka.
ibu Dewi mengatakan jika gadis itu memiliki masalah, Febby bisa bercerita pada dirinya maupun Areksa. Febby bingung. Tetapi ibu Dewi kembali mengatakan jika Febby ragu tidak apa-apa, Dewi tidak memaksa Febby untuk bercerita karena mereka juga baru bertemu.
Mereka semua diam, Areksa hanya memandangi ibunya juga gadis itu. Tiba-tiba Febby bersuara, dirinya mengatakan jika Febby saat ini tengah menghindari ayahnya.
Dua lelaki bertubuh tegap tadi adalah bodyguard suruhan ayahnya. Febby menghindar karena ayahnya memaksa Febby untuk dijodohkan.
Areksa terkejut mendengar jawaban Febby, ternyata nasibnya sama dengan dirinya. Dewi merasa prihatin dengan Febby, mengingat jika putra nya sendiri juga dipaksa suaminya untuk dijodohkan.
Febby ingin menangis, tetapi dirinya berusaha tegar. Ibu Dewi mengelus lengan Febby berusaha menenangkannya jika semua pasti akan baik-baik saja.
Febby juga kembali mengatakan jika sekarang ini ayahnya sudah berubah. Dulu ayahnya tidak pernah menuntut Febby sekalipun, membiarkan apa yang akan putri satu-satu nya lakukan.
Ayahnya selalu menuruti keinginan Febby, tetapi kini ayahnya mendadak berubah. Ayahnya berani berbuat kasar dan memaksa Febby untuk dijodohkan.
Ibu Dewi memeluk Febby. Dengan lempengnya Areksa mengucapkan sesuatu yang berhasil membuat Dewi dan Febby menoleh.